Semboyan YPUH


MELALUI YPUH KITA WUJUDKAN KESATUAN PEMAHAMAN UMAT HINDU BERDASARKAN WEDA


tab

Selasa, 01 Oktober 2013

Kunjungan Acaria dan Genta Apriratura di YPUH



          Kembali Yayasan Pengayom Umat Hindu (YPUH) mengadakan pencerahan melalui Dharma Wacana yang diselenggarakan di sekretariat YPUH Jl. Sulawesi No.  xxx. Acara di buka oleh ketua YPUH Jro Mgk. Sedana Wijaya,tujuan dari acara ini disampaikan oleh ketua yayasan adalah memberikan pencerahaan kepada umat Hindu dimana banyaknya umat yang masih keterbelakang dalam pemahaman agama,sehinnga kedepan diharapkan umat tidak lagi mengalami kegelapan batin, tidak lagi mengalami kebingungan, paling minim kita memiliki suatau barometer pandangan dan wawasan dalam hidup

YPUH memiliki harapan besar untuk membangun pemahaman dan sebuah kesadaran dalam beragama. Karena boleh di katakan kita lebih banyak puas terhdap apa yang sudah ada dan jarang sekali kita merasa kurang puas untuk berkeinginan mencari sesuatu yang lebih tepat dan benar. Ini adalah sesuatu yang sering kami temukan dilapangan dan belum lagi banyaknya persoalan-persoalan umat yang sangat memprihatinkan dan menyedihkan tentunya semua ini dilatar belakangi oleh persoalan adat dan  budaya. Kondisi-kondisi demikian membawa dampak besar bagi generasi muda kedepan ketika iman tidak terisi dengan pemahaman dan filsafat agama,tentu mereka akan mengalami tantangan didalam era global ini dan keadaan seperti itu akan memungkinkan celah-celah untuk mereka keluar dari jalur kebenaran atau loncat pagar (pindah agama). Sehinga ini menjadi pandangan bagi kami kedepan dan mudah-mudahan kehadiran YAYASAN PENGAYOM UMAT HINDU selangkah demilangkah dapat memberikan dukungan dalam memajukan umat Hindu.

Dan kedepan pula YPUH berharap kepada Dada seyogianya untuk dapat melebarkan kepada acaria-acaria yang memungkinkan untuk dapat memberikan pencerahan kepada umat. Karena YPUH bergerak tidak melihat sebuah label,atribut,darimana pun mereka siapa pun mereka yang kami harapkan  dan yang kami lihat adalah sebuah pandangan. Ketua YPUH menegaskan kepada para hadirin yang hadir diharapkan untuk jangan melihat atributnya,jangan melihat kondisi luarnya atau oh itu adalah dari sekte Saiwa Dharma,oh itu adalah ke India-indian, atau yang lain-lain tapi mari kita lihat wejangan beliau, pandangan beliau apakah pandangan beliau memberikan kontribusi untuk kemekaran kesadaran jiwa kita atau bagai mana. Dan untuk mengikuti sebuah wejangan kita tidak bisa atau kurang pas,kurang beretika kalo kita melihat sebuah label,sebuah atribut dan lain sebagainya karena umat hindu tidak harus berpakaian seperti kita di bali. Ini lah saatnya kita harus membuka diri.


Tokoh spiritual & yoga yang bernama Acaria Dada Sutapa beliau berasal dari Desa Pakisan dan besar di Buleleng. Dalam perjalanan spiritualnya beliau mengenyam pendidikan di Philipina,India kemudian di tugaskan di Singapur, Malaysia dan terakhir sampe sekarang bertugas di Australia. Di Negara ini beliau sudah tinggal selama 16 tahun lamanya dan hampir setiap setahun sekali atau lebih beliau tetap datang ke Indonesia untuk melakukan Saiwa kepada masyarakat. Selain itu juga beliau pernah bertugas di Papua,Kalimantan,Sumatra dan aceh.
Dada menjelaskan tentang makna saiwa/yadnya secara practical. Karena selama ini mungkin banyak dari umat kita yang berpikir bahwa ketika mengatakan Saiwa itu identik hanya bersembahyang/kepura. Tetapi sesungguhnya ketika kita melayani umat inilah yang dimaksud dengan Saiwa bersifat practical / yadnya yang bersifat practical. Kalo sebenarnya kita sering mendengar kata Yadnya hal yang banyak terpikir di benak kita adalah pasti banten atau pura atau pakaian adat bali. Tetapi makna yadnya itu sebenarnya sangat luas sekali, itu sebapnya pelaksanaan yadnya itu lakukan dengan Sudra Cita Saiwa dengan cara Weisya,dengan cara Wipra, yadnya dengan cara kesatria ini juga yadnya-yadnya yang sebenarnya kita sadari atau kita tidak sadari sudah kita lakukan. Dengan kita menyiram bunga saja itu kita sudah melaksanakan yadnya. Dengan hal tesebut sudah saatnya kita harus memperluas makna yadnya tersebut. Tidak hanya terbatas  ritual saja, atau upacara saja.

Kemudian hal yang menarik menurut saya (dada) di Bali dikenal istilah Desa Kala Patra. Pengertia saya dulu adalah apa yang kita lakukan di jaman dulu harus kita pertahankan sampai sekarang,bentuknya juga harus seperti ini atau seperti itu. Tetapi setelah saya belajar dari yang lain-lain desa kala patra itu lebih banyak kita berubah sesuai dengan perkembangan desa atau wilayah. Kemudian kala waktu, patra itu manusia (pikiranya). Jadi lima puluh tahun lalu singaraja mungkin tidak seperti ini ramainnya,kemudian manusia di lima puluh tahun lalu pasti lebih sederhana dari sekarang dimana kompleksitasnya pasti lain dari sekarang. Karena waktu yang membuat desa dan patra ini berubah jadi cara-cara yang diadopsi juga harus menyesuaikan perubahan ini,tingkat kemajuan pikiran atau tingkat kompleksitas pada patra itu atau manusia itu kemudian situasi wilayah. Dijaman dahulu jalan rasanya masih lebar di bandingkan pada kehidupan sekarang. Fenomena tersebut di akibatkan oleh jumlah manusia dahulu dengan sekarang lebih sedikit dan kendaraan yang melintas tidak terlalu banyak. Jadi ini lah yang membuat apa yang biasa kita lakukan di jaman dahulu harus menyesuaikan diri dengan perubabahan pikiran dengan perubahan situasi tempat.

            Kemudian Dada menambahkan mungkin disetiap hati kecil setiap orang ada keluhan karena biasanya kalo boleh saya katakana masyarakat takut menyuarakan hal-hal yang bersifat upacara. Misalnya kita tidak biasa / tidak berani melaksanakan upacara sederhana. Jadi kalo adanya yayasan-yayasan seperti ini membantu umat dengan upacara-upacara yang lebih sederhana namun tidak mengurangi makna,tidak mengurangi manfaatnya maka ini lah yang disebut dengan saiwa. Saiwa ketika bantuan itu diberikan kepada orang yang benar-benar membutuhkan maka ini lah yang disebut saiwa. Walo pun kita memberikan setetes air kepada tumbuhan yang layu itu lah saiwa yang sesungguhnya karena ia sangat memerlukan tetapi ketika bantuan itu diberikan kepada orang yang tidak memerlukan maka itu dapat dikatakan bukan saiwa seperti pribahasa yang mengatakan bagaikan membuang garam kelaut yang artinya “percuma”. Nah dengan adanya YPUH ini yang sudah memiliki rumah saiwa saya merasa bersyukur  karena ini merupakan suatu proses dan kemajuan yang jelas memiliki visi yang kedepan. Dari segi practical memiliki solusi yang bersifat praktis untuk kegiatan upacara. Sehinga sangat tepat sekali untuk mengantisipasi kendala-kendala apa yang akan dihadapi masyarakat pada waktu-waktu mendatang atau generasi-generasi kita mendatang. Dan mungkin kita belum merasakan sekarang tetapi senang atau tidak senang, cepat atau lambat kita akan menghadapinya.